TEKNOLOGI PENGOLAHAN, PEMANFAATAN DAN RECOVERY LIMBAHKONVERSI ENERGI FOSIL (BATUBARA)
Negara Indonesia
adalah salah satu negara dengan kekayaan alamnya yang sangat
melimpah, baik di darat maupun di laut. Banyaknya potensi
sumber daya alam yang ada, terdapat salah satu potensi SDA yang sampai saat ini
kita masih sangat bergantung pada keberadaannya. Batubara adalah salah satu
sumber daya alam yang masih sering digunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
kita sehari-hari. Batubara merupakan sebuah bahan bakar fosil yang terbentuk
dari tumbuhan yang telah mati kemudian tertimbun selama jutaan tahun. Batubara
ini merupakan kumpulan dari zat organik yang terdiri dari hydrogen, karbon, dan
oksigen.
Berdasarkan data
perhitungan Badan Geologi Nasional diketahui bahwa cadangan batubara yang
dimiliki Indonesia saat ini yaitu berada di angka 37 milliar ton yang sifatnya
sudah bisa ditambang dan merupakan cadangan aktif. Adapun target tahun ini
untuk produksi batubara di Indonesia yaitu sekitar 550 juta ton dengan 350 juta
ton yang akan diekspor dan 155 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Badan
Geologi Nasional juga memperkirakan masih terdapat 160 milliar ton cadangan
batubara yang masih belum diekplorasi dengan perkiraan sebagian besar berada di
Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.
Banyaknya cadangan batubara yang ada, dikhawatirkan menjadi
penyebab terjadinya aktivitas penambangan secara besar-besaran. Seperti yang kita tahu, bahwa
setiap adanya pembakaran batubara maka akan ada limbah yang dihasilkan. Limbah
hasil dari pembakaran batubara ini dapat termasuk
ke dalam limbah konversi
energy fosil. Limbah
hasil dari pembakaran batubara ini dapat termasuk
ke dalam limbah konversi
energy fosil. Dimana dalam pemanfaatannya
limbah batubara ini memiliki banyak sekali kegunaan dalam bidang keteknikkan. Adapun limbah hasil pembakaran batubara
ini nantinya dapat berbentuk fly ash dan bottom ash (FABA). Fly ash dan bottom ash (FABA) adalah limbah padat yang dihasilkan dari
pembakaran batubara. Fly ash
merupakan butiran halus berwarna keabu-abuan yang dikenal dengan sebutan abu
terbang sedangkan abu yang tidak terbang atau tidak naik (abu padat) disebut bottom ash.
Di Indonesia, industri batubara
telah berkembang pesat karena adanya UU No.1/1967 tentang penanaman modal asing
dan UU No.11/1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Kebijakan ini
diharapkan dapat memberikan pengaruh penting untuk batubara sebagai sumber
energi pengganti minyak bumi. Kebijakan inipun sejalan dengan upaya pemerintah
untuk mengangkat kembali potensi batubara yang sering digunakan pada masa lalu.
Namun, acuan utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 yaitu bahwa segala isi bumi di
Indonesia perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat
Indonesia.
Di Indonesia, terdapat fly ash dan bottom ash dalam jumlah yang
cukup besar sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah
lingkungan. Abu pada batubara mengandung logam beracun dengan konsentrasi yang
jauh lebih tinggi apabila dilepaskan ke lingkungan oleh pembangkit listrik.
Pembuangan abu batubara secara sembarang seperti di kolam penampungan terbuka
dan tidak dilindungi pelapis, akan menyebabkan dampak lingkungan yang sangat
buruk dan serius. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi logamnya yang tinggi dan
kemungkinan pelindiannya ke tanah dan air tanah.
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh limbah hasil
pembakaran batubara, membuat banyak peneliti dari manca Negara ataupun dari
Indonesia sendiri melakukan berbagai macam percobaan untuk memanfaatkan limbah
ini menjadi produk yang dapat berguna bagi masyarakat serta tidak mencemari
lingkungan. Salah satu bidang yang sangat dekat dengan produk hasil pemanfaatan
limbah ini adalah bidang keteknikkan.
Adapun pemanfaatan dari limbah fly ash dalam bidang keteknikkan yaitu dapat dijadikan sebagai
pengganti Portland cement karena
memiliki sifat pozzolanic yang dapat
meningkatkan kekuatan dari beton. Selain itu, fly ash juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
batu bata, dimana cara pembuatannya yaitu dengan mencampurkan fly ash dengan air kemudian dipadatkan
pada 4000 psi dan diperam selama 24 jam pada temperature 668oC steam bath, selanjutnya dikeraskan
dengan menggunakan bahan air entrainment
untuk didapat batu bata terakhir yang lebih dari 100 freeze-thaw cycle. Pembuatan batu bata dengan fly ash ini dinilai lebih efisien karena dapat menghemat energy,
mengurangi polusi mercuri serta dapat menghemat biaya sebanyak 20% jika
dibandingkan dengan pembuatan batu bata dari bahan lempung. Selain Portland cement dan batu bata, fly ash juga dapat digunakan sebagai
bahan beton ringan, material konstruksi jalan, material pekerjaan tanah, grouting yang ditambahkan dengan semen
untuk memudahkan pencampuran dan menghemat biaya, kemudian dapat juga digunakan
untuk stabilisasi tanah.
Selain itu, pemanfaatan dari fly ash dan bottom ash
juga dapat ditemui pada sebuah penelitian pembuatan paving block dengan limbah FABA, dimana digunakan Portland cement sebagai perekat yang
banyaknya 2 kali lipat dari komposisi fly
ash dan bottom ash -nya. Kemudian
dilakukan juga uji kuat tekan dan uji serapan air rata-rata untuk memastikan
produknya tahan terhadap paparan sinar matahari dan air hujan dalam jangka
waktu yang lama. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa paving block yang dibuat dari bahan dasar FABA lebih solid dan
memiliki tekstur yang lebih rapat sehingga air sulit masuk ke pori-pori karena
ukuran partikel yang halus sehingga menyebabkan partikel terkombinasi dengan
baik.
Selain dalam bidang keteknikkan, bottom ash juga
dapat dimanfaatkan sebagai media tanam hidroponik karena terdapatnya
kandungan-kandungan unsur seperti Ca, Mg, Na, K, N, P, S, dan Fe yang dapat
mempercepat proses pecah benih pada pertumbuhan tanaman. Namun, dengan
banyaknya unsur hara tersebut membuat beberapa tanaman mengalami gejala
kelebihan unsur hara yang membuat tanamannya menjadi tidak sehat dan tidak
berkembang dengan baik. Sehingga dari percobaannya belum dapat difiksasi bahwa
tanaman yang ditanam dengan media tanam bottom
ash belum dapat dipastikan bahwa telah layak uji pangan, hal ini
dikarenakan belum dilakukannya pengujian dari kadar toksin yang terdapat di
dalamnya.
Pemanfaatan dari limbah-limbah batubara sampai saat ini
masih belum bisa dirasakan secara merata, sehingga untuk kedepannya diharapkan
bahwa pemanfaatan mengenai limbah batubara
ini dapat diatasi dengan baik agar dapat mencegah terjadinya permasalahan lingkungan.
Sumber:
R. Damayanti, “ABU BATUBARA DAN PEMANFAATANNYA: TINJAUAN TEKNIS KARAKTERISTIK SECARA KIMIA DAN TOKSIKOLOGINYA,” Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, p. 221, 2018.
S. P. R. Wardani, “PEMANFAATAN LIMBAH BATUBARA (FLY ASH) UNTUK STABILISASI TANAH MAUPUN KEPERLUAN TEKNIK SIPIL LAINNYA DALAM MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN,” 2008.
M. Yusuf, T. Arief and E. Oktarinasari, "KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 HASIL DARI KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA," Jurnal Pertambangano.
D. Muhammad and G. Y. Wibowo, "PEMANFAATAN LIMBAH FLY ASH DAN BOTTOM ASH DARI PLTU SUMSEL-5 SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN PAVING BLOCK," Jurnal Teknika, p. 1068, 2019.
R. M. A. Kinasti, E. Lestari and D. Mayasari, "POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PEMBAKARAN BATUBARA (BOTTOM ASH) PADA PLTU SEBAGAI MEDIA TANAM DALAM UPAYA MENGURANGI PENCEMARAN LINGKUNGAN," Jurnal Kilat, p. 36, 2018.
EmoticonEmoticon